Solo Traveling Story : Edisi Jogjakarta
Jogjakarta.. Sebuah nama tempat yang tidak pernah bosan untuk saya kunjungi. Nama lengkap nya Daerah Istimewa Yogyakarta, disingkat DIY. Namanya saja sudah ada terselip kata istimewa. Saya merasakan setiap berkunjung ke Jogja memang terasa istimewa. Istimewanya banyak, mulai dari kota perantauan selama masa kuliah 5 tahun di sana, istimewa lain juga karena Jogja dipimpin oleh Sultan bukan gubernur atau walikota, yang lain lagi karena memang setiap sudut serasa mempunyai magnet yang membuat saya untuk selalu kangen berkunjung.
Karena istimewa, saya memilih Jogja sebagai tempat pertama saya untuk solo traveling alias berkelana di kota orang sendirian. Banyak yang bertanya pada saya, mengapa harus sendiri ? Mengapa tidak bareng teman ? Alasan saya solo traveling sebenarnya sederhana, saya hanya ingin menjajal pengalaman istimewa itu dengan mengandalkan diri sendiri. Untuk keamanannya saat solo traveling di Jogja ? Well, ya saat ini zaman semakin canggih, yang penting hati - hati dan selalu waspada. Sebenarnya juga saya tidak 100 % solo traveling, karena saya menyempatkan untuk melepas rindu dengan kawan lama saat sedang sedang berada di kota Gudeg ini.
Solo traveling merupakan salah satu hal baru yang dari dulu saya ingin sekali lakukan. Hasilnya ? Memang harus waspada ! Waspada bikin nagih :P
Tanggal 17 April - 20 April 2019, adalah saat pertama kali dalam hidup saya menjalani solo traveling. Masih banyak hal yang belum saya explore karena memang keterbatasan waktu. Ini lengkap cerita solo traveling saya selama di Jogja, tentu dilengkapi dengan budget selama traveling di sana. Mari simak ..
Rabu, 17 April 2019
Flashback sejenak, rencana solo traveling ini dibuka dengan mencari waktu cuti yang ideal dan ongkos transportasi yang irit. Menimbang banyak hal (dalam segi pengiritan) akhirnya saya memutuskan untuk naik kereta api : Fajar Utama Yogyakarta.
Saya berangkat dari Stasiun Pasar Senen tepat jam 06.15 WIB, dan sampai di Stasiun Tugu Jogja sekitar jam 15.00 WIB. Setelah itu saya langsung ke hostel untuk menaruh barang. Hostel nya di daerah Jalan Mataram, dekat juga dengan Stasiun Tugu. Namanya Penak Malioboro Hostel, saya sewanya kamar jenis ekonomi.
Makan siang sengaja saya menunggu untuk sampai Jogja, karena saya ingin nostalgia makanan yang sungguh enak. Saya pilih Penyetan Mas Kobis untuk menu makan siang saya. Lanjut setelah makan, saya ke Tamansari. Tamansari Water Castle saat itu sedang renovasi, sehingga saya hanya bisa melihat nya dari belakang saja. Namun, saya tidak kecewa, saya malahan bersyukur dapat bertemu Pak Anto yang menunjukkan lokasi belakang Tamansari yang tidak kalah istimewanya.
Istimewa lagi, memang Jogja adalah kota budaya. Tamansari merupakan salah satu budaya yang dijaga untuk masih seperti aslinya dengan tekstur bangunan kuno. Pemandian-pemandian yang ada dahulunya digunakan untuk raja, putri serta selir nya. Tekstur bangunan ini dijaga sebagai situs budaya yang diceritakan langsung oleh abdi dalem keraton ke pengunjung. Saya dengar para abdi dalem ini juga mendapat gelar dari keraton : K.R.T (Kanjeng Raden Tumenggung)
Setelah mengunjungi Tamansari, saya meet up dengan kawan saat dulu saya kuliah. Tempatnya unik, pizza emperan dengan rasa yang boleh diadu dengan yang di restoran yaitu Tunqu Pizza. Selesai ngobrol, makan, ketawa, nostalgia saya melipir sejenak ke Alkid. Alkid merupakan kepanjangan dari Alun - Alun Kidul. Di Alkid terkenal dengan pohon kembar nya serta dapat juga menjajal untuk berkendara sepeda tandem atau becak - becakan. Namun saya hanya memilih merenungkan malam dengan duduk diam di rumput.
Sudah lama saya tidak ngemper di rumput. Sudah lama saya lupa rasanya hanya diam dan bersyukur ternyata. Malam itu saya banyak mengalami hal istimewa. Paru - paru saya terisi dengan buncahan kegembiraan bercampur sensasi ingatan nostalgia saat mengunjungi Alkid kala kuliah. Tidak terasa jam menunjukkan pukul 23.30 dan saya memutuskan kembali ke hostel.
Rincian Pengeluaran :
Tiket PP Kereta Api : Rp 650.000
Hostel Penak Malioboro (4 hari 3 malam) : Rp 300.000
Transport (Kendaraan Online) : Rp 25.000
Makan siang (Penyetan Mas Kobis) : Rp 25.000
Tamansari : sukarela ke guide
Alkid : gratis
Total : Rp 1.000.000
In frame : Tamansari Water Castle
In frame : Tunqu Nangkring Pizza
In frame : Alun - Alun Kidul
Kamis, 18 April 2019
Hari kedua ini saya buka dengan sarapan di Mie Ayam Afui di daerah Babarsari. Mie ayam Afui masih sama rasanya dengan yang saya makan ketika dahulu saya suka sekali dengan rasa original nya. Setelah sarapan saya mengunjungi Museum Affandi di daerah Gejayan, di sana saya sungguh tertarik mengenal seni lebih dalam. Di Museum Affandi saya dapat merasakan kuatnya passion yang ditekuni hingga hasil tidak mengkhianati proses.
Kemudian saya melanjutkan mengunjungi kawan lama. Kami bercerita sejenak di Kopi Tengah dan melanjutkan perjalanan ke Candi Sambisari. Cuaca terik dan gerah tidak menyurutkan niat kita untuk berfoto dan menikmati sore di Candi Sambisari. Sepanjang jalan menuju candi Sambisari saya melewati sawah - sawah. Enak sekali rasanya sejuk di mata (dan di hati)..
Habis hunting foto, dilanjutkan dengan makan Pempek Ny Kamto. Sore hingga malamnya saya pergi beribadah di gereja St Maria Asumpta di daerah Babarsari. Makan malamnya saya menikmati gudeg yang merupakan kuliner asli dari Jogja di daerah Jembatan Merah - Mrican.
Rincian Pengeluaran :
Sewa motor (termasuk bensin) selama 24 jam : Rp 70.000
Tiket Museum Affandi (include guide) : Rp 50.000
Tiket Masuk Candi Sambisari : Rp 10.000
Makan Siang Pempek Ny Kamto : Rp 50.000
Total : Rp 180.000
In frame : Museum Affandi
In frame : Kopi Tengah
In frame : Mie Afui (Porsi : Jumbo)
In frame : Candi Sambisari
In frame : Gudeg Pedes Mbah Jo
Jumat, 19 April 2019
Hari ketiga ini saya buka dengan kembali sarapan mie ayam, namun kali ini lokasinya di daerah Colombo yaitu Mie Gacoan. Mie Gacoan yang terkenal dengan mie setan dan mie iblisnya karena sambelnya dicampur dengan mienya. Saya bisa memilih levelnya sendiri yang bergantung dengan kekuatan dalam menahan pedas. Selain menjual mie, saya juga mencoba dimsum nya : Siomay ayam rebus dan udang rambutan. Enak semua, sesuai dengan gambaran antrenya ketika restoran baru dibuka. Harganya juga OK sesuai dengan rasa yang bikin saya ingin lagi mengunjunginya.
Hari ketiga juga saya hunting oleh - oleh kuliner khas Jogja, dan selalu pilihannya jatuh di Bakpia Kurniasari. Seriously, bakpia ini super enak dan gak main - main dalam rasanya. Membuat saya selalu setia untuk berkunjung setiap kali ke Jogja.
Kemudian saya menikmati sore hingga malam dengan mengunjungi Tebing Breksi dan Lereng Ijo di daerah Sambirejo. Tempat tersebut dekat dengan Candi Prambanan dan Candi Boko. Cara saya ke sana adalah menggunakan Trans Jogja ke arah Prambanan. Dari Prambanan saya menggunakan ojek untuk PP ke arah Tebing Breksi dan Lereng Ijo.
Di Lereng Ijo saya dibuat terpana kembali dalam keistimewaan solo traveling. Suasana sepi dan sejuknya malam di Lereng Ijo dipadukan dengan pemandangan lampu-lampu. Kebetulan malam itu bulan juga terasa dekat berbentuk bulat keemasan. Indah, istimewa, amazing ! Sengaja saya tuliskan ini karena ini juga pemandangan sederhana yang bisa saya syukuri dalam berkah solo traveling. Pemandangan amazing lain dengan suasana hati yang sama dengan saat menikmati malam bertabur bintang di Lombok.
Rincian pengeluaran (tidak termasuk oleh-oleh) :
Makan pagi Mie Gacoan : Rp 35.000
Transport (Online) : Rp 30.000
Masuk Tebing Breksi dan Lereng Ijo (Termasuk jasa Ojek) : Rp 55.000
Makan malam Spesial Sambel (SS) Babarsari : Rp 30.000
Nongkrong di Artemi Malioboro : Rp 20.000
In Frame : Tebing Breksi dan Lereng Ijo (Daerah Candi Ijo)
In frame : Artemi Malioboro
In frame : Malioboro
Sabtu, 20 April 2019
Hari Sabtu, saya menutup kisah solo traveling pertama saya dengan kembali ke ibukota dengan menggunakan kereta api. Masih banyak sekali wisata yang belum saya kunjungi Jogja, terutama untuk wisata alamnya. Biarlah itu menjadi PR untuk bisa mengunjunginya kembali kapan - kapan.
Biaya yang saya keluarkan total untuk solo traveling ke Jogja ini sekitar Rp 1.350.000, namun saya merasa puas. Dengan harga tersebut saya mendapatkan banyak sekali pengalaman baru, cerita baru, inspirasi baru, nostalgia, pengetahuan baru. Banyak sekali orang bilang, Jogja itu terbuat dari rindu makanya istimewa. Memang, apalagi teruntuk saya yang pernah menimba ilmu di sana.
Akan selalu ada alasan untuk pulang ke Jogja.
See you again Jogja !
Nice story.. rinci dlm penggambaran alur dan budget.. ditunggu kisah selanjutnya.. keep fighting!
BalasHapusgambar-gambarnya cakep banget. Jadi pengen juga traveling Solo
BalasHapus